Belajar
seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam
upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan
belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar.
Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau
mengalami perubahan tingkah laku, sikap, dan ketrampilan.
teori belajar
kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi
dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53)
bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat
secara relatif dan berbekas”.
Sesuai dengan karakteristik
matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran
belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam
konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif
menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:
Awal Pertumbuhan Teori-Teori Belajar Kognitif
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori
belajar “gestalt” peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer
( 1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving sumbangan nya
ini diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci
tentang hukum-hukum pengamatan; kemudian Wolfgang penelitian-penelitian mereka
menumbuhkan Psikologi Gestalt yang menekankan bahasa pada masalah
konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum Gestaltis
berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur stimulus dalam keseluruhan yang
terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.
Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah
tentang “insaightà yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap
hubungan-hubungan antar bagianb-bagian di dalam suatu situasi permasalahan
hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan .
Insight itu sering dihubungkan dengan pernyataan spontan “aha atau “oh,
I see now”
Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor
simpanse dengan menghadapkan simapse pada masalah bagaimana memperoleh pisang
yang terletak di luar kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam
eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadang kala simpase dapat memecahkan
masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadangkala duduk
merenungkan masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
Wertheirmer (1945) menjadi orang Gestaltis yang mula-mula
menghubungkan pekerjaan dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu
ia menyesalkan penggunaan menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid
belajar dengan pengertian, bukan hafalan akademis.
Menurut pandangan Getaltis, semua kagitan belajar ( baik
pada simpase maupun pada manusia ) menggunakan insight atau pemahaman terhadap
hubungan anatara bagian dan keseluruhan. Menurut psikologi Gestalt, tingkah
laku kejelasan belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada
dengan hukuman dan ganjaran.
Teori Belajar “ Cognitive- Field”
dari Lewin
Bertolak
dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin ( 1892-1947) mengembangkan suatu
teori belajar “ Cognitive- Field” dengan menaruh perhatian kepada
kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang masing-masing individu
sebagai berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan
kekuatan psikologis di mana individu beraksi disebut “ life space” mencakup
perwujudan lingkungan di mana individu beraksi, misalnya Orang-orang ia jumpai,
objek materil yang ia hadapi.
Lwin
berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil iteraksi antar
kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan,
tekanan kejiwaan; maupun dari luar diri individu seperti tantangan dan
permasalahan. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan
dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif ini adalah hasil dari dua
macam kekuatan satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari
kebutuhan dan motivasi internal individu. Lewin memberikan paranan yang lebih
penting pada motivasi dari pada reward.
Teori Belajar Piaget
Jean Piaget
adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal dalam
penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.
Menurut Piaget
setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur.
Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu
yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya.
Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Tahap Sensori Motor(dari lahir
sampai kurang lebih umur 2 tahun)
Dalam dua tahun
pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan
jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan
kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa
kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui
bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya.
Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser
darinya.
b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih
umur 2 tahun hingga 7 tahun)
Dalam tahap ini
sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan
dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa
dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek
anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai
pandangan yang berbeda dengannya.
c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih
7 sampai 11 tahun)
Dalam tahap ini
anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam
sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang
datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi
konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang
ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda
tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat
mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat
kesalahan.
d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih
umur 11 tahun sampai 15 tahun)
Selama tahap
ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak
dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan
masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan
pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada
hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah
mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.
Berdasarkan
uraian diatas, Piaget membagi
tahapan perkembangan kemampuan kognitif anak menjadi empat tahap yang
didasarkan pada usia anak tesebut.
Taxonomy SOLO
Teori belajar Piaget memberikan
pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan teori pembelajaran kognitif. Hal
ini terbukti dengan banyaknya peneliti yang tertarik melakukan analisis serta
memperluas teori tersebut. salah satu kritik yang cukup tajam terhadap teori
Piaget adalah berkenaan dengan asumsi bahwa pengertian akan suatu struktur yang
sama akan diperoleh pada usia yang sama dalam berbagai domain intelektual.
Implikasi dari hal ini adalah ketika seorang anak sudah dapat mengawetkan
besaran suatu unsur dengan mengenali bahwa besaran dari benda tersebut sama
terlepas dari bentuknya anak secara rasional dapat diduga akan mengawetkan
konsep berat, karena struktur antara konsep besaran dan berat sama. Ternyata
bersadar pada studi eksperimental yang dilakukan oleh para peneliti hal ini
tidak sepenuhnya benar. Hal ini dianggap sebagai sebuah penyimpangan.
Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya perbedaan cara dalam memperoleh
sebuah struktur yang sama oleh seorang individu. Dari beberapa hasil
pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata penyimpangan ini lazim terjadi
sebagaimana diungkapkan oleh Biggs dan Collis (1982). Fakta ini memicu sebuah pengembangan
teori dari teori Piaget yang dikenal dengan neo-Piagetian theories.
Biggs dan Collis adalah peneliti
yang turut melakukan dan analisis teori belajar Piaget. Salah satu isu utama
yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur kognitif. Teori
mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO).
Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara “generalized cognitive
structure” atau struktur kognitif umum anak dengan “actual respon” atau
respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima
kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa hal
tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “hypothesized
cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif hipotesis. Menurut mereka
HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh
pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan
suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti
yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah
beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan
erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini juga meliputi
penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:
Siswa dapat saja berada pada awal
level formal dalam matematika namun berada pada level awal konkrit dalam
sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada level formal
di matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit pada
topik yang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan
terdapatnya “pertukaran” dalam perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi
sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih proximal ,
pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)
Dari uraian di atas maka dapat
dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan pada analisis terhadap kualitas
respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir rangsangan. Dan
butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk melihat
kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari
respon siswa dan perubahannya dari waktu ke waktu.
Untuk menjelaskan konsep
“pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif yang tidak biasa diantara
anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan suatu level
tersendiri yang diberi nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga
terdapat satu perbedaan penting dari teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika
mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan menggantikan level yang lama
begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan. Oleh karena itu mode-model
tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah batas
tertinggi dari proses abstraksi yang dapat ditunjukkan anak, bukan seluruh
penampilan yang harus menyesuaikan dengan level-nya. Secara khusus, ketika
semakin banyak mode yang memungkinkan maka multi-modal fungsioning menjadi
normanya.
Berikut adalah 5 mode yang
diutarakan oleh Biggs dan Collis:
1. Mode Sensorimotor
Focus perhatian pada mode ini adalah
lingkungan fisik sekitar anak. Anak membangun kemampuan untuk melakukan
koordinasi dan mengatur interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan
yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik
ketika diperolehnya tacit knowledge.
2. Mode Iconic
Pada mode ini symbol-simbol dan
gambar digunakan untuk merepresentasikan elemen-elemen yang diperolehnya pada
mode sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan sebagai peran pengganti dari
komunikasi oral. Cirri-ciri dari anak yang berada pada mode ini antara lain
sering menggunakan strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan senang
membuat gambaran-gambaran mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode-mode
alamiah dari seorang manusia yang berkembang secara alamiah juga. Sedangkan
target pertama dari sekolah formal ada pada mode concrete symbolic.
3. Mode Concrete Symbolic
Pada mode ini anak mengalami
“pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka mulai merepresentasikan dunia fisik
melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan, yaitu sebuah system symbol yang
akan mereka gunakan dalam kehidupannya di dunia.
Sebuah system symbol memiliki
tingkatan dan logika internal yang dapat memfasilitasi sebuah hubungan antara
sistem simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya. Sistem symbol yang digunakan
di sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode concrete symbolic adalah
mode terbesar sebagai target dari matematika sekolah. Karena dalam matematika
anak menggambarkan dan mengoperasikan objek-objek yang berada di sekitarnya.
4. Mode Formal
Pada mode ini titik berat kemampuan
sesorang adalah pada kemampuan mengkonstruksi teori tanpa bantuan contoh benda
konkrit. Kemampuan berpikir pada tahap ini meliputi membuat formula hipotesis
dan membuat penalaran yang proporsional. Oleh karena itu kemampuan ini dituntut
pada mahasiswa-mahasiswa di Perguruan Tinggi.
5. Mode Post Formal
Keberadaan mode ini lebih menekankan
pada pembuatan hipotesis secara deduktif dari pada penyusunan teori berdasarkan
bukti-bukti empiris. Karakteristik terpenting dari mode ini adalah kemampuan
untuk bertanya tentang prinsip-prinsip mendasar dari sesuatu hal.
Taksonomi SOLO
ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan perkembangan kemampuan
berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di berbagai bidang.
Berikut adalah tahapan respon berpikir
berdasar taksonomi SOLO;
1. Tahap Pre-Structural.
Pada tahap ini siswa hanya memiliki
sangat sedikit sekali informasi yang bahkan tidak saling berhubungan, sehingga
tidak membentuk sebuah kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai makna
apapun.
2. Tahap Uni-Structural.
Pada tahap ini
terlihat adanya hubungan yang jelas dan sederhana antara satu konsep dengan
konsep lainnya tetapi inti konsep tersebut secara luas belum dipahami. Beberapa
kata kerja yang dapat mengindikasi aktivitas pada tahap ini adalah; mengindentifikasikan,
mengingat dan melakukan prosedur sederhana.
3. Tahap Multi-Structural.
Pada tahap ini
siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini masih bersifat terpisah
satu sama lain sehingga belum membentuk pemahaman secara komprehensif. Beberapa
koneksi sederhana sudah terbentuk namun demikian kemampuan meta-kognisi belum
tampak pada tahap ini. Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan
kemampuan siswa pada tahap ini antara lain; membilang atau mencacah,
mengurutkan, mengklasifikasikan, menjelaskan, membuat daftar, menggabungkan dan
melakukan algoritma.
4. Tahap relational.
Pada tahap ini
siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta tindakan dan tujuan.
Pada tahap ini siswa dapat menunjukan pemahaman beberapa komponen dari satu
kesatuan konsep, memahami peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah
dapat mengaplikasikan sebuah konsep pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun
kata kerja yang mengidikasikan kemampuan pada tahap ini antara lain;
membandingkan, membedakan, menjelaskan hubungan sebab akibat, menggabungkan,
menganalisis, mengaplikasikan, menghubungkan.
5. Tahap Extended Abstract
Pada tahap ini siswa melakukan koneksi
tidak hanya sebatas pada konsep-konsep yang sudah diberikan saja melainkan
dengan konsep-konsep diluar itu. Dapat membuat generalisasi serta dapat
melakukan sebuah perumpamaan-perumpamaan pada situasi-situasi spesifik.
Kata-kerja yang merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara lain, membuat
suatu teori, membuat hipotesis, membuat generalisasi, melakukan refleksi serta
membangun suatu konsep.
Jerome Bruner dengan “Discovery Learning”nya
Yang
menjadikan dasar ide J. Brune ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan secara aktif di dalam kelas. Untuk itu, Bruner memakai cara
dengan apa yang disebutnya “ discovery learning” yaitu dimana murid
mengorganisasi bayhan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini
berbeda dengan reception learning atau expository taching dimana
guru menerangkan semua informal dan murid harus mempelajari semua bahan atau
informasi itu.
Banyak
pendapat yang mendukung discovery learning itu diantaranya
: J. Dewey (1933) dengan “complete art of reflective activity “atau
terkenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process
of education Di dalam buku itu ia melaporkan hasil dari suatu konferensi
diantara para ahli science, ahli sekolah atau pengajaran dan pendidik
tentang pengajaran science . Dalam hal ini ia mengemukakan
pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk
intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat
permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna,
dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Ciri-ciri aliran ini
adalah :
a) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c) Mementingkn peranan kognitif
d) Mementingkan kondisi waktu sekarang
e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif
f) Mengutamakan “in right” (pengertian)
a) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c) Mementingkn peranan kognitif
d) Mementingkan kondisi waktu sekarang
e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif
f) Mengutamakan “in right” (pengertian)
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar
memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili
obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang
melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang
bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama
mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri.
Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat
diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada
waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan
itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan
ceritanya.
IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN
Teori ini dapat membantu siswa atau mendorong siswa supaya
ikut serta secara aktif dalam pembelajaran. Misalnya : metode penelitian,
problem solving, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar